Kamis, 27 Juni 2013

Untung rugi menangani Bank Century .



Pada tanggal 13 November 2008 Bank Century mengalami keadaan tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah atau umumnya disebut sebagai kalah kliring keadaan ini hingga membuat terjadinya kepanikan atau rush dalam penarikan dana pada Bank Century selanjutnya pada tanggal 14 November 2008 manajemen Bank Century melapor kejadian tersebut serta ikut mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat kepada Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) selanjutnya pada tanggal 20 November 2008 Bank Indonesia (BI) melakukan penetapan status Bank Century menjadi bank gagal, Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani selaku Ketua dari Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) mengadakan rapat untuk pembahasan nasib Bank Century, dalam rapat tersebut, Bank Indonesia (BI) diwakili oleh Gubenur Bank Indonesia yang dijabat oleh Boediono melalui data per 31 Oktober 2008 menyatakan bahwa rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century telah minus hingga 3,52 persen, dalam agenda rapat tersebut antara lain turut dibahas dampak yang akan terjadi atau akan timbul apakah akan berdampak sistemik, seperti dalam istilah teknis disebut bank run atau run on the bank bila Bank Century diperlakukan sebagai bank gagal yang akan dilikuidasi kemudian dalam rapat tersebut diputuskan untuk menyerahkan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kasus Bank Century sungguh telah menyita perhatian dan tenaga bangsa ini. Apalagi setelah Rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukkan Panitia Khusus (Pansus) atas masalah ini. Beragam isu bertebaran di ruang-ruang publik termasuk di layar kaca, ketika stasiun tv seperti berlomba menyuguhkan siaran langsung dari sidang- sidang Pansus dengan beragam saksi dan nara sumber. Laporan pandangan mata itu semakin membukakan mata publik akan apa sedang terjadi. Setiap pihak yang terkait masalah Bank Century sepertinya menyuguhkan alibi masing-masing yang cukup menyakinkan. Publik pun akhirnya menjadi bingung.
setelah lama terpendam, kasus Bank Century kembali naik ke permukaan. Bukti-bukti baru mulai bermunculan. Terutama pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek oleh Bank Indonesia sebelum langkah penyelamatan dilakukan, dianggap sebagai sebuah kejanggalan dan tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Bank Century sejak awal tidak masuk dalam 12 bank yang harus menjadi perhatian. Dengan ukuran yang dimilikinya, Bank Century harus menyelesaikan sendiri setiap persoalan yang dihadapi. Bank Indonesia tidak akan pernah turun tangan, karena kalau pun Bank Century tidak bisa diselamatkan oleh para pemiliknya, tidak pernah ada dampak sistemik yang diakibatnya. Semua aturan itu sebenarnya sudah sangat terang benderang. Bank Indonesia pasti sudah mempertimbangkan berbagai hal, ketika aturan tersebut mereka rumuskan. Dengan dasar itu, maka Bank Indonesia tinggal melaksanakan aturan yang sudah mereka buat.
Tentu menjadi tanda tanya ketika Bank Indonesia tidak disiplin untuk menjalankan aturan yang mereka sudah tetapkan. Apalagi Bank Century tidak memenuhi kriteria yang dibuat Bank Indonesia untuk mendapatkan fasilitas pinjaman jangka pendek. Rasio kecukupan modal bank itu tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
KPK mengakui adanya aktor intelektual dalam kasus tindak kejahatan korupsi Bank Century yang diduga merugikan negara Rp 6,7 triliun. Pelajaran terpenting yang kita bisa petik dari kasus Bank Century adalah perlunya kita patuh pada aturan yang sudah kita buat sendiri. Kalau saja Bank Indonesia tegas dengan aturan "bank-bank yang berdampak sistemik" yang sudah mereka rumuskan, maka mereka tidak pernah akan dihadapkan kepada persoalan yang pelik ini.
Bank Indonesia sepertinya tidak pernah mau belajar dari pengalaman mereka. Padahal Bank Indonesia pernah punya pengalaman pahit ketika mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada tahun 1997. Ketika itu mereka bisa berdalih bahwa sebagai bagian dari pemerintahan, Bank Indonesia tidak bisa mengelak keputusan pemerintah. Namun sekarang sebagai lembaga negara yang independen, semua keputusan sepenuhnya berada di tangan Bank Indonesia sendiri.
Pasti pahit akibat yang harus ditanggung para pejabat Bank Indonesia yang memutuskan untuk mengucurkan fasilitas pinjaman jangka pendek kepada Bank Century. Demikian pula para pejabat KKSK yang menyetujui untuk memberikan dana talangan. Tetapi itulah risiko dari sebuah jabatan.
Sekarang ini Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka. Satu mantan Deputi Gubernur lainnya yaitu Siti Fadjriah belum dijadikan tersangka karena masih sakit. Bukan tidak mungkin nama-nama itu akan bertambah apalagi setelah adanya kesaksian yang disampaikan Sri Mulyani dan mantan Sekretaris KKSK Raden Pardede.
Semua ini tentunya merupakan pelajaran berharga bagi para pejabat negara untuk berhati-hati dalam bertindak. Setiap langkah kebijakan harus mempertimbangkan protokol yang sudah dibuat. Ketika kebijakan yang akan dikeluarkan harus melanggar protokol, perlu diperhatikan risiko yang harus ditanggung agar kita tidak sampai menyelesaikan di belakang hari.
Kriteria sistemik diatur sendiri oleh Bank Indonesia berdasarkan ukuran bank yang menghadapi krisis. Secara sederhana, Bank Indonesia menetapkan 12 bank dengan aset terbesar yang mendapatkan  perhatian khusus ketika menghadapi krisis. Bank Indonesia akan turun tangan apabila bank-bank itu menghadapi krisis, karena akan berpengaruh besar terhadap sistem perbankan secara keseluruhan.
Referensi :
http://www.metrotvnews.com/front/view/2013/05/30/1528/Pelajaran-Mahal-dari-Kasus-Bank-Century/tajuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar