Isil Erel, Rose C. Liao dan Michael
S. Weisbach, menyebutkan dalam artikel di The Journal of
Finance berjudul “Determinants
of Cross-Border Mergers and Acquisitions” bahwa. cross border
acquisition, atau pengambilalihan (akuisisi) lintas negara, sebenarnya
tidak berbeda dengan pengambilalihan secara domestik.
Perbedaannya, jelas Isil et al, hanya kepada sifat
lintas negara dari cross border acquisition, yaitu pengambilalihan suatu
badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh suatu badan usaha di negara
lainnya. Misalnya, PT. XYZ dari Indonesia mengambilalih PT. ABC dari Malaysia.
1. Berdasarkan
definisi tersebut, cross border acquisition dapat dilakukan oleh: badan
usaha di dalam negeri (mengambil alih badan usaha di luar negeri)
2. badan usaha di luar negeri (mengambil alih
badan usaha di dalam negeri).
Tindakan cross border acquisition oleh suatu
badan usaha di dalam negeri terhadap suatu badan usaha di luar negeri tunduk
pada hukum negara yang menjadi domisili badan usaha yang diambilalih, karena
tindakan cross border acquisition tersebut dilakukan di luar yurisdiksi
Indonesia.tidak terdapat pengaturan untuk badan usaha negara di dalam negeri
dalam melakukan cross border acquisition karena tindakan cross border
acquisition dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia.
Badan usaha di Indonesia yang melakukan cross-border
acquisition akan mengikuti pengaturan mengenai pengambilalihan di negara
terkait.
Sedangkan, untuk cross border acquisition yang
dilakukan oleh badan usaha di luar negeri tunduk pada ketentuan-ketentuan
mengenai pengambilalihan dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:
b. Peraturan
Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan
Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selain itu, badan usaha di luar negeri hanya dapat
melakukan pengambilalihan terhadap badan usaha di dalam negeri yang berbentuk Perseroan
Terbatas, karena Pasal 5 ayat (2) Undang-undang
No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mewajibkan penanam
modal asing berbentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan di dalam wilayah negara Indonesia.
Penanaman modal asing dilakukan dengan membeli
saham suatu Perseroan Terbatas yang menjadi cara untuk mengambilalih suatu
Perseroan Terbatas berdasarkan Pasal 1 angka (11) Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Merger
dan Akuisisi lintas batas telah menjadi pilihan strategi yang
makin popular untuk banyak perusahaan (Lodorfos dan Boateng 2006 dalam
Budhwar et al, 2009:89), terutama bagi perusahaan-perusahaan
multinasional
yang ingin mencapai tujuan perusahaan maupun mempertahankan keunggulan
kompetitif dalam industri. Beberapa alasan perusahaan memutuskan untuk
melakukan merger dan akusisi adalah memberikan nilai tambah yang dikenal
dengan istilah sinergi, baik dalam bentuk peningkatan pendapatan, pemangkasan
biaya, serta pengurangan biaya modal secara keseluruhan. Alasan strategis lainnya
yaitu untuk saling mengisi kekurangan strategis, memperluas akses ke pasar
global dan memposisikan perusahaan untuk mengambil keuntungan dari tren-tren
yang berkembang di pasar.
Perubahan lingkungan bisnis internasional telah meningkatkan kompetisi
global dan dapat memicu pada peningkatan aktivitas merger dan akusisi di
seluruh dunia. Selama dua dekade terakhir merger dan akuisisi telah memainkan
peran penting dalam ekonomi global. Tingkat aktivitas merger dan akuisisi dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik di ruang lingkup negara tertentu
maupun di seluruh dunia. Dari tahun 2000 hingga tahun 2007, telah terjadi
pertumbuhan yang sangat menakjubkan dalam peningkatan nilai merger serta
akusisi. Pertumbuhan nilai pada saat ini didukung dengan kondisi ekonomi dengan
tingkat inflasi yang cukup rendah, pertumbuhan GDP secara global yang tinggi serta
kelangsungan produktifitas yang terus meningkat. Kompetisi global dan
intensitisnya yang terus meningkat membuat perusahaan-perusahaan harus terus beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan tersebut diatas.
Dalam konteks keilmuan, akuisisi tersebut dapat didekati oleh perspektif
keuangan perusahaan (corporate finance) dan perspektif manajemen
strategi
(Moin, 2010:2). Dari sisi keuangan, akusisi sebagai bentuk keputusan investasi jangka
panjang yang harus diinvestigasi dan dianalisis dari aspek kelayakan bisnisnya.
Adapun perspektif manajemen strategi, akuisisi sebagai salah satu alternatif
pertumbuhan melalui jalur eksternal untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan
demikian akuisisi menjadi cara tercepat perusahaan untuk mengakses pasar atau
produk baru tanpa perusahaan harus memulai dari awal. Namun, tidak semua merger
dan akuisisi yang dilakukan perusahaan memberikan hasil yang diharapkan.
Menurut Mark dan Mirvis (2001) mengemukakan bahwa 3 dari 4 merger dan akuisisi
tidak mencapai tujuan stratejik maupun finansialnya.
Demikian
pula menurut Cartwright dan Cooper (1993) yang meengidentikasi kegagalan merger
dan akuisisi tersebut hanya dikaitkan dengan faktor-faktor berikut:
1. Pengambilan
keputusan yang belum tepat karena membeli perusahaan
lain dengan harga yang terlalu tinggi.
2. Adanya
kesalahan dalam pengelolaan keuangan sehingga realisasi
bertambahnya skala ekonomi dan rasio-rasio laba yang diharapkan tidak
tercapai
3. Terjadi
perubahan pasar yang mendadak
Merger
dan akuisisi tidak sebatas mengambil alih aset perusahaan lain, tapi juga merupakan
penggabungan dua perusahaan yang berbeda serta dua budaya yang berbeda
(Nahavandi dan Malekzadeh, 1988). Perbedaan budaya dapat ditemukan baik pada
tingkat nasional maupun perusahaan dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan kinerja pasca akuisisi lintas batas (Quah dan Young, 2005; Morosini
et all, 1998). Hoetzel (2005) menemukan bahwa kegagalan merger dan akuisisi
berkaitan dengan perbedaan budaya dan lebih sering terjadi di dua fase,
yaitu
pra akuisisi dan pasca akuisisi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh
merger dan akuisisi antara lain rasionalisasi untuk alasan efisiensi yang
menyebabkan pemutusan hubungan kerja atau pengurangan karyawan serta
penilaian negatif masyarakat.
Di Indonesia, tren merger dan akuisisi terjadi sangat signifikan sejak krisis
moneter tahun 1998 sebagai konsekuensi divestasi oleh IMF untuk
mengembalikan hutang Indonesia. Divestasi terbesar terjadi di dunia perbankan, telekomunikasi,
pertambangan, dan agribisnis. Dengan perkembangan ekonomi yang semakin membaik
dan investasi di Amerika dan Eropa, merger dan akuisisi
terus berlanjut hingga menjadi salah satu strategi korporasi. Selain itu juga
terjadi
akuisisi lintas negara seperti BUMI diakuisisi oleh Vallar (Inggris), rencana
SCTV merger dengan Indosiar, Carrefour (Perancis) diakuisisi oleh Para Group, Astra
mengakuisisi bisnis minum air pam dan tol Jakarta-Merak, Temasek (Singapura)
mengakuisisi saham Telkomsel, Qatar Telecom (Qatar) mengakuisisi saham Indosat,
Axiata (Malaysia) mengakuisisi XL, dan masih banyak lagi.
Akuisisi
lintas batas menjadi salah satu strategi perusahaan untuk
memperkuat posisi dalam pasar dan persaingan. Namun akuisisi lintas batas ini seringkali
menimbulkan tantangan, salah satunya dalam hal perbedaan budaya. Perbedaan
budaya dapat mempengaruhi cara negoisasi dan bagaimana tahap due diligence
dilakukan, dan hal ini dapat berdampak pada tahap integrasi pasca akuisisi.
Akuisisi sebagai proses yang terjadi dalam langkah-langkah berurutan dan saling
bergantung, dimulai dengan memilih perusahaan, dilanjutkan dengan due
diligence, negoisasi kesepakatan, dan integrasi pasca akuisisi. Pada saat proses
akuisisi berlangsung, terdapat potensi yang dapat menyebabkan terjadinya
konflik karena adanya penyesuaian kepemilikan baru seperti, PHK dan perubahan sistem
penghargaan. Situasi ini kemungkinan akan diperburuk dalam akuisisi lintas-budaya,
di mana tidak hanya budaya perusahaan yang dapat menciptakan hambatan, tetapi
juga perbedaan budaya dan bahasa nasional. Dengan demikian kesulitan dalam
memahami dan berurusan dengan budaya baru, pihak yang terlibat juga harus
berusaha untuk berkomunikasi.
Di Indonesia, sektor pertambangan khususnya industri minyak dan gas
bumi terus berkembang. Hal tersebut karena potensi sumber daya minyak dan gas bumi
Indonesia cukup besar belum dieksplorasi secara optimal terutama untuk didaerah-daerah
terpencil, laut dalam, sumur-sumur tua dan kawasan Indonesia timur. Hal ini
ternyata menarik perhatian perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia,
termasuk industri pendukung industri minyak dan gas. Salah satu perusahaan
asing yang tertarik untuk berekspansi bisnis di Indonesia adalah Perusahaan
ABC. Perusahaan ABC merupakan perusahaan manufaktur penyedia. barang dan jasa
untuk industri pertambangan khususnya minyak dan gas bumi yang sangat terkemuka
di dunia. Perusahaan ABC berpusat di Luxemburg dan memiliki banyak anak
perusahaan di seluruh dunia.
Perusahaan
DEF merupakan perusahaan lokal sebagai produsen pipa
untuk perusahaan minyak dan gas untuk perusahaan lokal maupun internasional. Perusahaan
DEF tersebut merupakan anak Perusahaan XYZ sebagai salah satu perusahaan yang
memiliki fasilitas Upsetting dan Heat Treatment sehingga sangat dikenal
oleh perusahaan K3S di Indonesia. Pada awal tahun 2009, Perusahaan ABC salah
satu perusahaan multinasional memutuskan untuk mengakuisisi Perusahaan DEF dari
group Perusahaan XYZ. Sebelumnya Perusahaan ABC merupakan perusahaan yang
memasok bahan baku pipa Perusahaan DEF. Perusahaan ABC sebagai perusahaan multinasional
memiliki banyak cabang di berbagai negara terbagi menjadi empat strategi
business unit (SBU) diantaranya manufacturing centers, research and
development centers, services centers, dan commercial offices.
Definisi
dari merger dan akuisisi yang digunakan adalah definisi yang
sesuai dengan ketentuan Perkom No. 1 Tahun 2009, yaitu merger yang
merupakan tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan:
1. Terciptanya
konsentrasi kendali dari beberapa pelaku usaha
yang sebelumnya independen kepada satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha; atau
2. Beralihnya
satu kendali dari satu pelaku usaha kepada pelaku usaha
lainnya yang sebelumnya masing-masing independen sehingga
menciptakan konsentrasi pengendalian atau konsentrasi pasar.
Hal yang perlu diperhatikan dari definisi merger ini adalah tindakan
pelaku usaha yang hendak melakukan Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha atau Pengambilalihan Saham atas bergabungnya
perusahaan yang independen atau tidak terafiliasi.
Tujuan akuisisi
lintas-batas:
menghasilkan keuntungan
sinergistik bagi para pemegang saham kedua belah pihak (perusahaan
pengakuisisi dan target). Keuntungan sinergistik diperoleh ketika nilai perusahaan
yang dikombinasikan > nilai individu perusahaan jika berdiri sendiri.
Keuntungan sinergistik akan
berhasil ketika perusahaan pengambilalih termotivasi untuk mengambil keunggulan
atas ketidaksempurnaan pasar. Akuisisi lintas-batas juga dimotivasi oleh keinginan
pengakuisisi untuk mengakuisisi dan menyatukan aset2 tak nyata perusahaan
target.Beberapa peneliti menginvestigasi dampak akuisisi lintas-batas.
n Doukas dan Travlos (1988): para pemegang saham dari
para penawar AS mengalami pengembalian abnormal positif yang signifikan ketika
perusahaan memperluas dalam pasar industri dan geografi baru.
n Harris dan Ravenscraft (1991): perusahaan target AS
mengalami keuntungan kekayaan lebih tinggi ketika mereka diakuisisi oleh
perusahaan luar negeri daripada diakuisisi oleh perusahaan2 AS.
n Morck dan Yeung (1992): perusahaan pengakuisisi AS
dengan mendasarkan informasi aset-aset tidak nyata mengalami reaksi harga saham
yang positif secara signifikan atas akuisisi luar negeri.
n Eun, Kolodny, dan Scheraga (1996): secara langsung
mengukur besarnya keuntungan para pemegang saham dari akuisisi lintas-batas
menggunakan sampel akuisisi luar negeri utama perusahaan AS selama periode
1979-1990.
Penelitian Eun, Kolodny, dan
Scherage (1996) menghasilkan tiga kesimpulan:
1. Para pemegang saham target merealisasikan keuntungan
kekayaan yang signifikan.
2. Keuntungan kekayaan bagi para pemegang saham
perusahaan pengakuisisi bervariasi secara besar antar negara pengakuisisi.
3. Akuisisi lintas-batas secara umum ditemukan aktivitas
korporasi yang menghasilkan sinergi.
REFERENSI
: